OTONOMI DAERAH


BAB I
A.Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sangat strategis dalam lalu lintas ekonomi dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki wilayah yang luas dan penduduknya yang lumayan besar 13.677 pulau bukanlah suatu daerah yang ringan untuk ditangani ditambah lagi macam ragam budaya yang beraneka. Oleh karena itu perlu kiranya suatu sistem pengorganisasian yang sistematik dalam pengaturan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup negara kesatuan Republik Indonesia.
Hukum administrasi negara merupakan hukum secara khusus mengenai seluk beluk daripada administrasi negara. Untuk sebagian hukum administrasi negara merupakan pembatasan terhadap pembebasan pemerintah, jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat kepada pemerintah, akan tetapi untuk sebagian besar hukum administrasi mengandung arti pula bahwa mereka yang taat kepada pemerintah menjadi dibebani berbagai kewajiban tugas bagaimana dan sampai dimana batasnya dan berhubung itu berarti juga bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas.
B.TUJUAN
Tulisan ini diposting untuk menambah wawasan para pembaca, untuk mengetahui tentang otonomi daerah pada daerah.
BAB II
ISI
Proses otonomi daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang secara praktis efektif dilaksanakan sejak 1 Januari 2001. Otonomi Daerah menurut UU ini adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Tahap ini merupakan fase pertama dari pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.
Fase kedua Otonomi Daerah ditandai dengan adanya reformasi dalam kebijakan keuangan negara melalui penetapan tiga peraturan di bidang keuangan negara. Ketiga peraturan tersebut adalah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Telah lebih dari lima tahun reformasi sistem pemerintahan tersebut berjalan dengan berbagai kendala yang mengiringinya serta pro dan kontra. Berbagai usaha pun dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem tersebut. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan amandemen UU Otonomi Daerah. Proses ini merupakan awal dari fase ketiga dalam proses Otonomi Daerah di Indonesia. UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 masing-masing digantikan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Otonomi Daerah menurut UU ini adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setelah pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan, antara lain:
Dengan pemberlakuan otonomi daerah yang mendadak mengejutkan pihak-pihak daerah yang tidak memiliki sumber daya manusia kualitatif.
Terjadilah artikulasi otonomi daerah kepada aspek-aspek finansial tanpa pemahaman substatife yang cukup terhadap hakekat otonomi itu sendiri.
Bangkitnya egiosemtrisme ditiap daerah.
Karena keberhasilan ekonomi lebih dilandaskan pada aspek-aspek finansial (tercermin dalam PAD. APBD, dan lain-lain) pemerintah daerah bisa melupakan visi dan misi otonomi yang seharusnya untuk kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
Resiko KKN.
Orientasi Pemda pada cash inflow, bukan pendapatan. Orientasi pada pemasukan kas dapat mendorong pemda untuk mengambil langkah apapun untuk menambal kekurangan APBD.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemberian otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan baik yang terjadi di dalam negara maupun di luar negara. Pemberian subsidi yang tak terbatas dari pusat mengakibatkan daerah malas dan selalu bermanja kepada pusat sehingga terjadi penurunan pendapatan daerah.
Saran
Pemerintah pusat seyogyanya secara ketat mewajibkan daerah untuk mensosialisasikan setiap peraturan di level daerah agar sebanyak mungkin diketahui oleh masyarakat. Peran serta masyarakat lebih diutamakan dalam format yang demokratis.
Daftar Pustaka
http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/01/otonomi-daerah.html
http://dhanielalu.blog.com/proses-otonomi-daerah-di-indonesia/
http://mengerjakantugas.blogspot.com/2009/07/permasalahan-permasalahan-yang-muncul.html